Saya pernah membaca bahwa pernikahan itu digambarkan seperti sebuah rumah. Kadang kita mendandani rumah atau merenovasi memperbaiki yang bocor. Demikian halnya sebuah perkawinan terkadang ada saat saat terjadi konflik dan berkomitmen lagi/berkomunikasi lagi untuk memperbaikinya.
Pernikahan saya juga bukanlah tanpa cacat atau sempurna. Sama seperti keluarga yang lain, kehidupan pernikahan kami juga memiliki konflik.
Pernikahan juga bukan seperti yang saya bayangkan namun ini adalah pilihan saya.
Kalau ditanya apa yaa masalah terparah?
Apa yaaa.. Coba saya mengingat ingatnya kembali..
Hmmm pernah kami kesulitan ekonomi saat anak kedua kami lahir.. Biasalahh orang berbisnis itu pasti ada untung ruginya.. Pasti ada saat naik dan turunnya. Dan kami pun mengalaminya dg goncangnya bisnis suami saya. Tapi sekali lagi Puji Tuhann kami bisa melewati badai itu.. Tuhan selalu membukakan jalan bagi kami. Walau memang efek dari semua itu masih terasa sampai sekarang tapi kami sama sama berfikir selama kami bisa bersama, selama kami berdua sama sama bekerja dg giat dan rajin..apa sih yang tidak terselesaikan?
Hmm pernah juga pernikahan kami diterjang badai "orang ketiga" ((maaf saya harus jujur. Dan maaf ini bukannya membunuh karakter suami saya)) tapi ternyata itu semua hanya fitnah yang tidak dapat dibuktikan dari orang yang tidak suka dengan harmonisnya hubungan kami. Saya akui saya begitu emosi saat itu, tapi suami saya berusaha keras membuktikan bahwa dia tidak bersalah.
Dan sampai kini saya masih bertanya tanya siapa yang tega hendak mencerai berai keluarga kami? Dan jeleknya mulut saya saat itu, saya berkata buruk bahwa siapapun orangnya yang telah berbuat jahat akan berlipat lipat hidupnya menderita dari penderitaan yang pernah kami rasakan, sebelum org itu meminta maaf kepada kami (terutama saya) .... Dan menyesalnya saya dengan perkataan buruk saya saat itu.. Kenapa hati yang dilingkupi emosi berkata seperti itu. Setiap hari saya meminta ampunan Tuhan atas apa yang pernah saya ucapkan. Dan meminta ampunan bagi orang itu... Karena siapa tau orang itu punya keluarga,..bagaimana jika perkataan buruk saya jatuh pada keluarganya yang tidak bersalah?? Duhh jahatnya saya.. Ampuni saya Tuhan
Selebihnya hanya konflik konflik kecil yg (sejauh ini) bisa teratasi dg baik..
Kadang saya berfikir kenapa yaa banyak rumah tangga tidak dapat bertahan dengan lama? Apa sebabnya? Kalau KDRT jelasss saya menolak itu, lebih baik katakan dengan tegas untuk berpisah. Karena sudah jelaa tidak ada kasih sayang buat apa menyiksa diri dan masa depan. Juga tidak hanya kita yang tersiksa sebagai objeknya tapi juga kalau ada anak" pendidikan apa yang baik dari sebuah rumah tangga yang penuh dengan drama KDRT yang bisa menjadi contoh baik pada anak.. Itu semua hanya akan menimbulkan trauma berkepanjangan dan anak akan menirunya atau anak akan stress. Lebih baik tegas berpisah harga mati!
Tapi saya juga tidak menghamiki orang yang pada akhirnya memilih jalan perpisahan.. Itu hak mereka..karena masing" orang punya batas toleransi dengan diri sendiri.. Masing" orang punya prioritas dalam hidup..tapi bohong juga jika berkata anak tidak akan jadi korban jika berpisah baik"...hmm maaf tidak ada kata perpisahan "baikbaik" semua pasti akan meninggalkan luka. Terlebih pada anak. Saya banyak menemui kasus ini pada murid" saya.. Bahkan yg terekstrim anak tidak lagi peduli pada keluarga, jawabnya "terserah mereka(papa mama) mau ngapaian bu yg penting uang jajan saya lancar" duhh betapa memprihatinkannya..
Maka dari itu saya bertekat..lebih tepatnya saya dan suami saling menyadari bahwa kami harus memberikan kehidupan yang layak bagi anak" kami baik kebutuhan fisik terlebih psikologi mereka... Kuncinya hanya komunikasi yang baik didasari rasa sayang.
Dan saya tidak akan bertanya lagi pada diri sendiri, lantas bagaimana dengan batas toleransi diri saya???
Mari sama sama mengusahakan kebahagiaan untuk keluarga..